Laman

Kamis, 18 Juli 2019

SISTEM NILAI DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

Sistem Nilai Dalam Kehidupan Manusia
Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama dalam arti manusia hidup dalam interaksi dan interdepedensi sesamanya. Manusia saling membutuhkan sesamanya baik jasmani maupun rohani. Dalam proses interaksi inilah diperlukan nilai-nilai , norma, dan aturan-aturan, karena ia menentukan batasan-batasan dari perilaku dalam kehidupan masyarakat. Jadi dalam hubungan sosial dalam masyarakat itulah secara mutlak adanya nilai-nilai karena tiada nilai-nilai tanpa adanya hubungan sosial. Aturan hidup tersebut tidak selalu diwujudkan secara nyata, tetapi terdapat dorongan dalam diri manusia untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu. Sifatnya abstrak namun dapat dirasakan manfaatnya.
Dalam masyarakat, sebagai suatu Gemeinschafts manusia hidup bersama. manusia sebagai pribadi, dengan sifat-sifat individualitas yang unik bergaul satu sama lain. Kadang-kadang saling mengerti, saling simpati, saling menghormati dan mencintai. Tetapi adapula watak manusia adanya anti pati, salah paham, membenci, mengkhianat dan sebagainya adalah bentuk-bentuk tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan nilai-nilai yang berlaku. Setiap hubungan antar manusia selalu disertai dengan proses penilaian, baik aktif maupun pasif, baik terhadap hubungan sesamanya maupun dengan lingkungan alam semesta. Proses penilaian itu dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar. Realita yang demikian merupakan kecenderungan dan kodrat manusia.
Manusia dalam hubungannya dengan sesamanya dan dengan alam semesta tak mungkin melakukan sikap netral atau apatis. Kecenderungan–kecenderungan untuk simpati, anti pati ataupun netral itu sendiri merupakan suatu sikap. Dan setiap sikap adalah konsekuensi daripada suatu penilaian, apakah penilaian itu didasarkan azas objektif rasional ataukah subjektif emosional. Di dalam garis penilaian mulai dari pengertian, simpati, kagum, hormat, memuja, cinta, atau sebaliknya salah paham, anti pati, jijik, menghinakan, membenci, bahkan netral sekalipun adalah perwujudan dan pengejawantahan penilaian.
Sikap menilai atas segala sesuatu adalah didorong oleh faktor-faktor dalam yang sudah merupakan potensi dan kejenuhan manusia. Tetapi bagaimana menilai yang benar, objektif adalah persoalan norma-norma, azas-azas normatif. Kebenaran, kebaikan, kebajikan, kejujuran, cinta sesama, dan sebagainya adalah potensi martabat manusia. Adalah menjadi idealisme manusia untuk merealisasi potensi martabat manusia. Kebaikan manusia diukur dengan kenyataan seberapa jauh dia merealisasi potensi martabat manusia itu di dalam tingkah lakunya. Martabat manusia dan kepribadian seseorang selalu diukur dengan norma-norma yang berlaku dalam arti sejauh mana manusia loyal dengan nilai-nilai yang berlaku. Dengan demikian nilai-nilai dan norma-norma akan membentuk kepribadian manusia. Manusia tak berarti apa-apa tanpa adanya nilai-nilai, norma-norma yang berlaku.

1. Nilai Sosial
Dalam realitas sosial kehidupan bersama, manusia memerlukan aturan hidup agar tercipta keteraturan sosial. Aturan hidup tersebut tidak selalu diwujudkan secara nyata, tetapi terdapat dorongan dalam diri manusia untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu. Ada perasaan-perasaan tertentu jika orang melakukan atau tidak melakukan hal tertentu. Meskipun terlihat abstrak, tetapi dapat dirasakan manfaatnya, bahkan ada yang dapat dihayati secara mendalam dengan intensitas yang tinggi jadi nilai sosial adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, yang pantas, yang berharga, yang mempengaruhi perilaku social dari orang yang memiliki nilai itu.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa nilai sosial memiliki ciri-ciri antara lain : a) merupakan konstruksi masyarakat yang tercipta melalui interaksi antara anggota, b) membantu masyarakat agar berfungsi dengan baik, c) dapat dipelajari atau bukan bawaan dari lahir, d) dapat mempengaruhi emosi, e) dapat mempengaruhi perkembangan pribadi dalam masyarakat, baik secara positif maupun negatif, dll. Sedangkan fungsi nilai antara lain: a) sebagai seperangkat alat yang siap dipakai untuk menetapkan harga diri pribadi dan kelompok, b) mendorong, menuntun, dan terkadang menekan manusia untuk berbuat baik, c) sebagai alat solidaritas di kalangan anggota kelompok masyarakat, d) sebagai arah dalam berfikir dan bertingkah laku secara ideal dalam masyarakat dan, e) menjadi tujuan akhir bagi manusia dalam memenuhi peranan-peranan sosialnya.

2. Norma Sosial
Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain dalam kelangsungan hidupnya. Agar kehidupan bersama bisa berjalan teratur, manusia memerlukan aturan-aturan tertentu karena tidak semua orang bias berbuat menurut kehendaknya sendiri. Untuk mencapai keteraturan dan kenyamanan hidup bersama, manusia melakukan kesepakatan tentang apa yang boleh dilakukan, apa yang sebaik tidak boleh dilakukan kepada orang lain. Kesepakatan bersama itulah yang disebut norma social. Jadi norma sosial itu adalah aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat, dipakai sebagai paduan, tatanan, dan kendali tingkah laku yang sesuai dan diterima secara bersama.
Norma-norma, aturan procedural dan aturan perilaku dalam kehidupan social pada hakekatnya adalah bersifat kemasyarakatan. Maksudnya adalah bukan saja karena norma-norma tersebut berkaitan dengan kehidupan social tetapi juga karena norma-norma tersebut adalah pada dasarnya hasil dari kehidupan bermasyarakat. Norma-norma adalah bagian dari masyarakat.
Norma tumbuh dari proses kemasyarakatan, ia menentukan batasan-batasan dari perilaku dalam kehidupan masyarakat. Robert M.Z Lawang membagi norma menjadi dua macam, yaitu adat istiadat (mores) dan kebiasaan (folkway). Sering juga adapt istiadat ini menjadi hokum tertulis yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu. Adat istiadat maupun hukum memiliki kekuatan mengikat yang tegas. Adapun kebiasaan tidak memiliki kekuatan yang mengharuskan sanksi terhadap pelanggarannya tidak terlalu berat, misalnya cemoohan, ejekan, sinis, atau si pelanggar akan dijauhi oleh yang lain. Biasanya kebiasaan lebih mudah berubah dari pada adapt atau hukum.
Norma-norma dalam masyarakat memiliki kekuatan yang mengikat yang berbeda-beda, ada yang lemah dan ada yang kuat. Berdasarkan kekuatan mengikatnya norma dapat dibagi sebagai berikut.
1. Cara (Usage); merupakan norma yang menunjuk pada suatu bentuk perbuatan dan memiliki kekuatan yang sangat lemah dibanding dengan kebiasaan.
2. Kebiasaan (Folkways); merupakan norma yang memiliki kekuatan yang lebih besar dari cara (usage) dan merupakan perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga dapat dikatakan orang banyak menyukai perbuatan tersebut. Kebiasaan merupakan perikelakuan yang diterima masyarakat.
3. Tata Kelakuan (Mores) ; merupakan norma yang berkembang dari kebiasaan, dimana kebiasaan tersebut tidak semata-mata dianggap sebagai cara berperilaku saja, tetapi bahkan diterima sebagai norma-norma pengatur
4. Adat Istiadat (Custom); merupakan tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat. Anggota masyarakat yang melanggarnya akan menderita sanksi yang keras yang kadang-kadang diterima secara tak langsung.


Berdasarkan bidang-bidangnya norma dibagi sebagai berikut:
1. Norma Agama, merupakan norma yang mengandung peraturan-peraturan yang sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut oleh seseorang atau masyarakat.
2. Norma Kesopanan, merupakan norma yang mengatur seseorang dalam bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat.
3. Norma Kebiasaan, merupakan tata aturan seseorang atau kelompok dalam melakukan suatu kegiatan yang didasarkan pada tradisi atau perilaku yang berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan.
4. Norma Kesusilaan, merupakan salah satu aturan yang berasal dar akhlak atau dari hati nurani sendiri tentang apa yang baik dan apa yang buruk.
5. Norma Hukum, merupakan tata aturan yang paling tegas sanksi dan hukumnya yang terdiri dari hukum tertulis (KUHP, Undang-Undang, PP) dan hukum tidak tertulis misalnya hukum adat.
Nilai yang dimiliki seseorang mempengaruhi perilakunya. Sedangkan norma sebenarnya mengatur perilaku manusia yang berhubungan dengan nilai yang terdapat dalam suatu kelompok. Artinya, untuk menjaga agar nilai kelompok agar tetap bertahan, lalu disusunlah norma-norma untuk menjaganya. Oleh karena itu pelanggaran terhadap norma berarti juga pelanggaran terhadap nilai yang dimiliki oleh kelompok atau masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar